TangselCity

Ibadah Haji 2024

Pos Tangerang

Pos Banten

Politik

Olahraga

Nasional

Pendidikan

Ekonomi Bisnis

Galeri

Internasional

Selebritis

Lifestyle

Opini

Hukum

Advertorial

Kesehatan

Kriminal

Indeks

Dewan Pers SinPo

Masuki Musim Kemarau Panjang, Polusi Udara Di Jakarta Rawan Naik Lagi

Laporan: AY
Selasa, 07 Mei 2024 | 08:15 WIB
Foto : Ist
Foto : Ist

JAKARTA - Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mencatat lebih dari separuh wilayah di Indonesia sudah memasuki musim kemarau. Kondisi itu berpotensi mengerek polusi udara, terutama perkotaan seperti Jakarta.
Pemerintah Provinsi (Pem­prov) DKI Jakarta mulai mengantisipasi potensi kekeringan dan meningkatnya polusi dam­pak musim kemarau.

Kepala Dinas Lingkungan Hidup (LH) DKI Jakarta Asep Kuswanto mengatakan, selain menyebabkan cuaca panas dan kekeringan, kemarau dapat memperburuk kualitas udara. Seperti musim kemarau tahun lalu, kondisi udara Jakarta selalu berada dalam daftar atas terbu­ruk di dunia.

Asep mengungkapkan, pihaknya sudah mengumpulkan para pemangku kepentingan untuk merumuskan upaya antisipasi potensi penurunan kualitas udara pada Jumat (3/5/2024). Kegiatan ini dihadiri perwakilan dari Kementerian Koordinator Bi­dang Kemaritiman dan Investasi (Kemenko Marves), Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Kementerian Perhubungan, organisasi masyarakat sipil dan akademisi.

“Isu polusi udara menjadi fokus Pemprov DKI sejak dua tahun ke belakang, sekarang benar-benar serius. Jakarta sangat konsen terhadap pengenda­lian pencemaran udara, khusus­nya masalah polusi,” kata Asep dalam keterangannya dikutip Senin (6/5/2024).
Karena itu, lanjut Asep, Ren­cana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) dan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Daerah (RPJPD) Provin­si DKI Jakarta sudah berorientasi kepada lingkungan hidup.

“Prioritas pembangunan di Jakarta 5 tahun ke depan, tujuh prioritasnya ada di bidang pem­bangunan lingkungan hidup,” tuturnya.

Waspada Dehidrasi
Selain penurunan kualitas udara, musim panas juga dapat mengganggu kesehatan.
Praktisi Kesehatan Ngabila Salama mengimbau masyarakat untuk menghindari dehidrasi atau kehausan.
“Minum air putih tanpa menunggu haus. Tiga sampai empat liter per hari atau 12-16 gelas. Cara mudahnya satu gelas se­belum dan sesudah shalat dan satu sampai dua gelas sesudah makan, sehingga tercapai 13-16 gelas per hari,” kata Ngabila.
Kepala Seksi Pelayanan Me­dik Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Taman Sari ini juga mengimbau, jangan minum teh dan kopi karena akan membuat sering kencing dan dehidrasi.

Apalagi jika dengan gula akan lebih berbahaya,” ingatnya.

Jika banyak berkeringat dan merasa lemas, dia menyarankan minum oralit.
“Makan sayur dan buah yang banyak mengandung air seperti semangka, melon, pir, apel, dan lain-lain,” sebutnya.
Untuk mencegah kulit kering dan kemerahan, Ngabila me­nyarankan menyemprot wajah. Dan bagi warga yang berakti­vitas di luar ruangan, baiknya menggunakan payung atau topi berdaun lebar. Selain itu, gunakan kacamata hitam, pelembab kulit dan masker medis untuk menjaga kelembaban saluran napas, baju berwarna cerah untuk meman­tulkan cahaya dan alas kaki untuk mencegah luka/melepuh.
Sebagai informasi, BMKG menyebut, 63,66 persen wilayah di Indonesia sudah mengalami musim kemarau dari Mei hingga Agustus 2024.

Kepala BMKG Dwikorita Karnawati mengatakan, cuaca panas yang terjadi di Indonesia akhir-akhir ini bukanlah akibat gelombang panas atau heat wave.
“Di Indonesia yang terjadi bukanlah gelombang panas, me­lainkan suhu panas seperti pada umumnya,” kata Dwikorita di Jakarta, Senin (6/5/2024).

Dijelaskan Dwikorita, cuaca panas di Indonesia akibat peri­ode peralihan, dari musim hujan ke musim kemarau.
“Periode peralihan ini umum­nya dicirikan dengan kondisi pagi hari yang cerah, siang hari yang terik dengan pertumbuhan awan yang pesat diiringi pening­katan suhu udara. Kemudian ter­jadi hujan pada siang menjelang sore hari atau sore menjelang malam hari,” jelasnya.
Koordinator Sub Bidang Infor­matif Gas Rumah Kaca BMKG, Albert Nahas, memprediksi musim kemarau di Jakarta terjadi pada Mei 2024 dan akan men­capai puncaknya pada Juni 2024.

Diungkap Albert, dampak fenomena iklim global memiliki pengaruh terhadap PM2.5 yang merupakan salah satu partikel po­lutan. Konsentrasi PM2.5 cenderung tinggi di malam hingga pagi.
“Kualitas udara akan bergan­tung terhadap sumber emisi di wilayah tersebut,” tegasnya.

Komentar:
GROUP RAKYAT MERDEKA
sinpo
sinpo
sinpo